Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa pemerintah akan memprioritaskan produksi gas untuk kepentingan dalam negeri.
Lantas, bagaimana nasib ekspor Liquefied Natural Gas (LNG) terkontrak?
Bahlil menyebut, pemerintah tidak akan membatalkan ekspor gas yang sudah terkontrak dengan pembeli.
“Kita tidak bisa membatalkan kontrak-kontrak kita dengan pihak off taker (pembeli) yang sudah dilakukan, dikontrakkan, kecuali kita bayar dendanya,” jelasnya dalam konferensi pers di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (3/2/2025).
Namun, Bahlil mengatakan, jika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi, maka pihaknya bisa mempertimbangkan untuk mengekspor LNG.
“Ini kita lakukan dalam rangka memenuhi stok, akan kami katakan ke depan, seluruh sumber daya kita sebelum diekspor, kita hitung dulu kebutuhan nasional berapa. Setelah kita hitung, kami memenuhi dulu kebutuhan itu, sisanya baru diekspor,” tegasnya.
Sebelumnya, Bahlil sempat menyinggung rencana untuk mengutamakan seluruh konsesi gas di Indonesia untuk kebutuhan dalam negeri, khususnya untuk proyek pembangkit listrik dan hilirisasi.
Bahlil mengatakan, Indonesia sejatinya tidak kekurangan pasokan gas, karena proyek gas di dalam negeri begitu melimpah.
“Bapak Presiden, agar kita tidak defisit terhadap konsumsi kita, saya minta izin dalam perencanaan kami ke depan seluruh konsesi-konsesi gas yang ada di Indonesia kami akan memprioritaskan kebutuhan dalam negeri, khususnya energi dan bahan baku hilirisasi,” jelasnya dalam Peresmian PLTA Jatigede Sumedang, Jawa Barat, disiarkan daring, Senin (20/1/2025).
Bahlil tak menampik, bahwa rencana kebijakan gas untuk kebutuhan dalam negeri itu akan ‘disenggol’ oleh negara-negara lain. Namun yang pasti, pihaknya masih akan tetap untuk membuka keran ekspor, jika kebutuhan dalam negeri sudah tercukupi.
“Jadi ini juga saya yakin bahwa negara lain akan agak sedikit merasa gimana-gimana begitu. Karena kita sekarang orientasi kita harus memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kalau kita belum cukup (memenuhi kebutuhan gas), mohon maaf Bapak Presiden atas arahan Bapak Presiden kami belum mengizinkan untuk ekspor tapi kalau kebutuhan dalam negeri sudah cukup kita akan melakukan ekspor,” tegasnya.
Bahlil menyebut, kebutuhan gas untuk tahun 2025 hingga 2030 diproyeksikan mencapai 1.471 Miliar British Thermal Unit per hari (BBTUD). Angka tersebut akan terus meningkat hingga 2.659 BBTUD yang terhitung hingga 2034 mendatang.
“Pada tahun 2025 kebutuhan gas kita untuk meng-cover 71% energi baru terbarukan dari 2025 sampai 2030 itu kurang lebih sekitar 1.471 BBTUD dan diproyeksikan akan mengalami kenaikan di setiap regional dimana pada tahun 2034 kebutuhan gas nasional mencapai 2.659 BBTUD,” paparnya.