Rupiah berhasil rebound di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) di tengah turunnya indeks dolar serta konflik Israel-Hizbullah yang terus semakin dekat dengan gencatan senjata.
Melansir data Refinitiv, pada penutupan perdagangan Kamis (28/11/2024) rupiah menguat hingga 0,38% berada di level Rp15.865/US$. Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi di rentang Rp15.883/US$ hingga Rp15.835/US$.
Bersamaan dengan menguatnya rupiah hari ini (28/11/2024) Indeks Dolar AS (DXY) juga alami penguatan hingga 0,23% tepat pukul 15.00 ke posisi 106,32.
Sentimen positif bagi rupiah datang dari pelemahan indeks dolar AS, yang turun ke level 106,32 an setelah sempat berada di 107,55 pekan lalu.
Ralph Birger Poetiray, Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega, mengungkapkan bahwa pelemahan ini merupakan koreksi sehat dalam indeks dolar setelah mencapai kondisi overbought. Ia menambahkan, “Dengan keluarnya berita seperti PCE AS dan pemilihan menteri keuangan AS yang pro-growth dan netral di mata pasar, dolar mulai melemah.”
Ralph juga optimistis bahwa rupiah memiliki potensi apresiasi lebih lanjut menuju bulan Desember, didukung oleh fundamental ekonomi Indonesia yang solid.
Selain itu, perkembangan geopolitik turut memberikan sentimen positif bagi pasar keuangan di Asia, termasuk Indonesia.
Kabinet Israel menyetujui gencatan senjata dengan Hizbullah Lebanon melalui perantara pemerintah Lebanon, yang diumumkan berlaku mulai Rabu pagi waktu setempat.
Langkah ini dianggap akan menurunkan ketegangan di Timur Tengah, membawa harapan stabilitas lebih lanjut di kawasan tersebut.
Berdasarkan laporan Al-Jazeera, kesepakatan gencatan senjata mencakup beberapa poin penting, termasuk penarikan pasukan Israel dari Lebanon Selatan dan mundurnya Hizbullah ke utara Sungai Litani dalam waktu 60 hari.
Selain itu, satuan tugas internasional yang dipimpin AS dan pasukan penjaga perdamaian Prancis akan dikerahkan untuk memastikan implementasi perjanjian tersebut.
Dengan pelemahan indeks dolar yang berlanjut secara mingguan dan harapan stabilitas geopolitik, sentimen positif mendorong aset-aset berisiko di pasar negara berkembang, termasuk mata uang rupiah.
Pelaku pasar memperkirakan bahwa kebijakan moneter dan stabilitas ekonomi domestik Indonesia akan tetap mendukung penguatan rupiah.
Memasuki akhir tahun, Ralph Poetiray menegaskan harapannya, “Fundamental ekonomi yang baik dapat terus membawa rupiah ke level yang lebih kuat, terutama jika sentimen global semakin membaik.”