Ilustrasi – Nyamuk anopheline betina yang infektif menyebabkan penyakit malaria. ANTARA/HO-Xinhua/aa
Kementerian Kesehatan turut berkontribusi dalam penelitian tentang malaria dan penyakit-penyakit lain yang ditularkan oleh nyamuk, seperti demam berdarah, zika, chikungunya, dan Japanese Encephalitis guna memitigasi risiko penyebaran di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, Manajer Program Malaria Nasional Kementerian Kesehatan Helen Prameswari mengatakan, terlepas dari keberhasilan mengendalikan penularan malaria di IKN, Kementerian Kesehatan bersama Otorita IKN dan pemerintah daerah setempat tetap menaruh perhatian besar dalam upaya mitigasi risiko kasus malaria.
“Salah satu buktinya adalah melalui pembentukan Gugus Tugas Bebas Malaria pada Mei lalu, yang menyasar populasi pekerja konstruksi, buruh migran, dan pekerja kehutanan setempat. Diperlukan juga kerja sama lintas ilmu dan lintas sektor, mulai dari pusat sampai daerah,” kata Helen.
Adapun studi tersebut diinisiasi oleh Associate Professor dari Monash University Indonesia Dr. Henry Surendra, peneliti senior dari Oxford University Clinical Research Unit Dr Iqbal Elyazar, Associate Professor dari Saw Swee Hock School of Public Health National University of Singapore Dr Kimberly Fornace, serta berbagai pemangku kepentingan di Kementerian Kesehatan, WHO, dan UNICEF.
Kajian tersebut dipublikasi di jurnal Nature Communications.
Henry mengatakan, untuk mengoptimalkan upaya penanganan malaria dan penyakit tular vektor lainnya, penelitian lebih lanjut direkomendasikan guna memahami bagaimana perubahan lingkungan, perilaku vektor, dan mobilitas manusia berkontribusi terhadap penyebaran penyakit.
“Dengan kemajuan teknologi seperti data satelit dan perangkat AI, ada potensi untuk memantau perubahan secara real-time dan menyempurnakan rencana tata ruang untuk mengurangi risiko kesehatan pada pembangunan kota seperti IKN,” katanya.
Mengingat skala pembangunan IKN dan potensi dampaknya di seluruh Kalimantan Timur, ujarnya, penting bagi para pemangku kepentingan terkait untuk membina kolaborasi lintas batas dengan provinsi sekitar dan juga negara tetangga. Menurut dia, pendekatan multidisiplin akan memastikan bahwa tantangan kesehatan, ekologi, dan sosial ditangani secara komprehensif.
Vice President of Research Monash University Indonesia Alex Lechner mengatakan pihaknya berkomitmen untuk terlibat aktif mengintegrasikan desain tata kota dengan pertimbangan ekologi dan kesehatan guna mempromosikan masyarakat yang tangguh dan berkelanjutan.
“Urbanisasi yang cepat dan perubahan iklim menghadirkan tantangan signifikan bagi pembangunan berkelanjutan di wilayah rentan malaria seperti Indonesia. Penelitian kolaboratif dan solusi inovatif sangat penting untuk mengatasi dampak kesehatan dan lingkungan dari proyek infrastruktur skala besar seperti di IKN,” katanya.