PT Freeport Indonesia (PTFI) memastikan operasional penuh fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga di KEK JIIPE, Gresik, Jawa Timur pada awal 2025. Dengan beroperasinya smelter single line terbesar di Dunia ini akan memberikan dampak positif untuk Indonesia.
Presiden Direktur, PTFI Tony Wenas mengatakan bahwa dampak positif dalam operasional smelter diantaranya adalah penyediaan pasokan katoda tembaga yang dihasilkan di Tanah Air untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Dan tentu saja ini dampaknya bagi negara adalah bahwa tersedianya katoda tembaga di dalam negeri. Katoda tembaga yang kami produksi itu jumlahnya kalau ditotal dengan PT Smelting dapat mencapai 1 juta ton katoda tembaga per tahunnya,” jelas Tony kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, Rabu (9/10/2024).
Adapun, jumlah produksi katoda tembaga PTFI dari kedua smelternya tersebut bisa dimanfaatkan untuk memasok kebutuhan akan katoda tembaga untuk membangun pembangkit listrik tenaga (PLT) energi baru terbarukan seperti tenaga surya hingga tenaga air.
“1 juta ton katoda tembaga ini bisa dipakai untuk pembangunan solar panel itu 200 Giga Watt (GW). Untuk membangun wind farm itu 600 GW dalam setahun loh. Dan kalau untuk membangun PLT air itu bisa 800 GW. Jadi keberadaan dari tersedianya katoda tembaga di dalam negeri ini bisa dimanfaatkan,” bebernya.
Dampak lain dari terbangunnya smelter itu juga menumbuhkan nilai investasi di Indonesia. Asal tahu saja, smelter tembaga ini memiliki nilai investasi sekitar Rp 65 triliun, termasuk fasilitas pemurnian emas dan desalinasi yang kira-kira jumlahnya sekitar US$ 600 juta.
Dia klaim investasi tersebut turut membuat Gresik menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki investasi tinggi. “Dengan masuknya uang sejumlah 65 triliun dalam waktu 3 tahun atau 5 tahun itu ke Jawa Timur tentu ini jadi multiplier efek yang besar sekali,” tambahnya.
Selain dari sisi investasi, kata Tony, dengan terbangunnya smelter tembaga keduanya itu bisa menumbuhkan pengusaha-pengusaha lokal khususnya di Jawa Timur. Ditambah, serapan tenaga kerja yang untuk pekerja lokal dan menyerap pekerja dalam negeri.
“Jadi kan kita selalu carinya (tenaga kerja) pertama di level kabupaten dulu. Kalau nggak ada di kabupaten gresik baru kita ke provinsi Jawa Timur. Kalau nggak ada di Jawa Timur baru kita ke level nasional. Dan 98% orang Indonesia dan 55% orang Jawa Timur,” kata Tony.
Dengan begitu, Tony berharap pasokan katoda tembaga yang bisa dihasilkan oleh perusahaannya dari kedua smelter tersebut bisa menumbuhkan berbagai industri yang lebih hilir di dalam negeri.
“Sehingga memang kami berharap bahwa betul-betul industri atau industri yang lebih hilir lagi bisa masuk ke Indonesia dengan memanfaatkan katoda tembaga yang kami produksi,” tandasnya.