Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut, dalam waktu 10 tahun sejak Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) beroperasi komersial, pengembang panas bumi di Tanah Air sudah bisa balik modal atau mengalami break even point.
Bahlil mengatakan, hal itu berdasarkan asumsi perhitungan harga jual listrik sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) tersebut. Dengan kontrak selama 30 tahun dan setelah 10 tahun pertama perusahaan sudah bisa balik modal, maka artinya 20 tahun sisanya merupakan masa pengembang mendulang ‘panen’ alias bisa menikmati keuntungannya.
“Kemarin saya sama tim sudah mengecek Pak harga jualnya mereka Pak, itu kita sudah hitung rata-rata 8-10 tahun break even point, kontraknya 30 tahun, jadi 20 tahun panen Pak. Jadi 8-10 tahun itu untuk break even point,” jelasnya di hadapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara Pembukaan the 10th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024, di JCC, Rabu (18/9/2024).
Dia kemudian menugaskan pada PT PLN (Persero) untuk fokus dalam pembangunan infrastruktur berupa transmisi listrik agar listrik sumber EBT bisa dialirkan pada wilayah yang memiliki permintaan listrik EBT yang besar.
“Jadi tugas Pak Dirut PLN sekarang fokus untuk bangun transmisi. Kalau tidak nanti transmisi dibangun oleh swasta melanggar daripada Undang-Undang Kelistrikan, kita jadi kita bagi tugas,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Bahlil mengungkapkan potensi energi panas bumi di Tanah Air bisa mencapai 24 Giga Watt (GW). Indonesia, lanjutnya, menguasai 40% potensi panas bumi di dunia atau merupakan terbesar kedua di dunia.
Namun saat ini, dia menyebut, kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 2,6 GW.
“Dan pertumbuhannya selama 10 tahun terakhir itu tumbuh dua kali lipat selama 10 tahun terakhir,” imbuhnya.
Bahlil mengatakan bahwa Indonesia akan memanfaatkan sumber energi dari panas bumi untuk mendorong tercapainya target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025, sekaligus untuk mendorong target Net Zero Emissions (NZE) tahun 2060 mendatang.
“Energi panas bumi dapat menjadi salah satu instrumen penting untuk meningkatkan porsi EBT dalam bauran energi nasional,” tambahnya.
Adapun, Bahlil menyebutkan bahwa kapasitas PLTP sendiri mencapai 18,5% dari total listrik EBT nasional atau 23% dari total kapasitas pembangkit listrik di Indonesia sebesar 93 GW.
“Pembangunan PLTP tersebut telah menciptakan lapangan pekerjaan kurang lebih sekitar 900 ribu dan mampu memberikan kontribusi kepada negara kurang lebih sekitar Rp 16 triliun. Tidak hanya dampak ekonomi, PLTP juga telah berkontribusi untuk mengurangi 17,4 juta ton CO2 per tahun di Indonesia,” imbuhnya.
Selain itu, total investasi pada PLTP di Tanah Air dalam 10 tahun terakhir ini mencapai US$ 8,7 miliar atau sekitar Rp 133,52 triliun (asumsi kurs Rp 15.348 per US$).