Pengusaha Ingatkan Waspada Kampanye Dirty Nickel, RI Wajib Lakukan Ini

Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey menyampaikan pemaparan dalam acara Trade Corner Special Dialogue di Auditorium Gedung Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (29/8/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey menyampaikan pemaparan dalam acara Trade Corner Special Dialogue di Auditorium Gedung Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (29/8/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengingatkan ancaman yang mengintai nikel Indonesia. Yaitu, kampanye dirty nickel alias pertambahan nikel yang merusak lingkungan, yang digaungkan dari Barat.

Untuk itu, ujar Meidy, yang harus menjadi fokus adalah bagaimana agar perusahaan-perusahaan nikel di Indonesia lewat konsep environmental social governance (ESG).

Di saat bersamaan, kata dia, perusahaan nikel di dalam negeri juga masih harus menghadapai gugatan Eropa yang dilayangkan lewat WTO.

“Saat ini yang jadi concern kita bukan gugatan-gugatan itu. Eropa menggaungkan dirty nickel. Jadi bagaimana kita membuat sesuatu, ESG Indonesia, yang sesuai dengan situasi dan kondisi di Indonesia,” katanya dalam Trade Corner Special Dialogue CNBC Indonesia di gedung Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Kamis (29/8/2024).

“ESG yang dibuat Eropa dan negara lain belum tentu sesuai dengan kondisi kita di Indonesia. ESG yang disarankan manufaktur mereka. Mereka tertarik investasi di Indonesia, tapi maunya dengan syarat dan kondisi dari mereka. Nggak semudah itu. 20-30 tahun lalu mereka mungkin lebih kotor dari kita,” tukasnya.

Cerita Sukses Larangan Ekspor Nikel RI

Di sisi lain, Meidy membeberkan kesuksesan kebijakan pemerintah RI melarang ekspor nikel mentah, yang kemudian direspons Eropa dengan menggugat di WTO.

Bukan hanya Eropa. Kebijakan itu, katanya, juga mendapat penolakan dair berbagai negara.

“Tapi kalau pemerintah tidak paksa, ngga akan terjadi. Saat ini, sudah ada lebih dari 54 pabrik yang memproduksi pengolahan nikel. Ada 5 pabrik bahan baku baterai. Dan ini tidak behenti di sini. Ada pabrik yang sedang konstruksi, ada yang sedang menyelesaikan perizinan,” ujar Meidy.

“Kita punya cerita sukses downstream nikel. Kita akan jadi ekosistem baru. Ini alasan kenapa ekspor bahan baku mentah harus berhenti, jangan jualan tanah air saja. Tapi harus jadi kebanggan untuk Indonesia,” cetusnya.

Gugatan Eropa di WTO adalah satu sisi.

Di sisi lain, ungkap Meidy, masih ada minat-minat investasi yang akan masuk ke Indonesia. Dan, tidak hanya oleh China.

“Bukan hanya China yang masuk. Jepang, bahkan Australia sekarang sedang tahap negosiasi untuk masuk Indonesia,” kata Meidy.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*