Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu penopang ekonomi nasional. Hal ini bisa dilihat dari kontribusinya yang tercatat sebanyak 60,51% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, UMKM yang mencakup sekitar 99% total unit usaha di Indonesia, berkontribusi besar terhadap PDB. Selain itu, UMKM pun mampu menyerap hampir 97% dari total tenaga kerja di Indonesia.
Meski begitu, kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional saat ini baru mencapai sekitar 15,7% dari total ekspor nasional, atau masih di bawah Singapura (41%) dan Thailand (29%). Artinya, ini masih menjadi PR bagi Pemerintah untuk meningkatkan porsi tersebut.
“Hal tersebut tentu saja menjadi pekerjaan besar kita. Pasalnya, Presiden Joko Widodo pernah berpesan agar UMKM kita tidak hanya harus terus naik kelas, go digital, menguasai pasar lokal, namun juga harus mampu go international untuk menembus pasar ekspor dan pasar global,” ujar dia dalam beberapa waktu lalu.
Di samping itu, Pemerintah juga memberikan dukungan pembiayaan yang bisa dimanfaatkan para UMKM dalam menunjang kegiatan ekspor. Di antaranya adalah pembiayaan Ultra Mikro (UMi), Kredit Usaha Rakyat (KUR), PNM Mekaar, dan PNM Ulaam.
Bahkan, Pemerintah menugaskan khusus kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Impor (LPEI) untuk menyediakan pembiayaan bagi UMKM ekspor. Di antaranya melalui Fasilitas Pembiayaan Modal Kerja Ekspor (PMKE) yang menyediakan kebutuhan modal kerja khusus ekspor, serta memfasilitasi penjaminan dan asuransi.
Dengan adanya dukungan program penguatan kapasitas UMKM ekspor, termasuk pembiayaan serta inovasi seperti pelatihan dan pendampingan berbasis digital, hal ini akan berdampak signifikan terhadap perluasan basis UMKM ekspor. Penyusunan database UMKM ekspor juga menjadi penting agar program dapat disinergikan dan tepat sasaran.
Melihat upaya tersebut, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pun turut serta memberikan akses UMKM untuk naik kelas. Hal itu tercermin dari isu yang dibahas dalam gelaran High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF MSP) 2024.
Dalam forum tersebut, Pemerintah bakal menyoroti upaya optimalisasi mekanisme pendanaan tradisional dan potensi sumber pendanaan baru guna mendorong upaya kolektif dalam memperkecil ketimpangan pendanaan pembangunan (financing gap) khususnya antara negara berkembang dan maju, serta mendorong kolaborasi dan memberdayakan masyarakat yang lebih inklusif dan tangguh.
Tak ketinggalan, acara tersebut juga akan menggali terkait komitmen global dalam pemenuhan SDGs financing yang efektif, strategi inovatif dalam meningkatkan smart inbound-outbound investment, kepemimpinan Indonesia dan komitmen global dalam Global Blended Finance Alliance (GBFA), strategi microfinance dan penguatan institusinya guna meningkatkan akses pendanaan pembangunan khususnya bagi UMKM yang berdampak besar bagi negara berkembang.