Pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan menerapkan strategi refinancing untuk membayar utang jatuh tempo tahun depan yang mencapai Rp 800 triliun. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto.
Suminto menjelaskan kebijakan refinancing atau rollover terhadap utang jatuh tempo itu akan bisa dilakukan karena stabilitas perekonomian Indonesia yang terus terjaga lima tahun terakhir.
Dia yakin kebijakan ini akan membuat investor percaya diri untuk refinancing atau reinvestasi utang-utang yang jatuh tempo, termasuk dalam bentuk surat berharga negara (SBN) yang porsinya mayoritas.
Dia pun menegaskan utang jatuh tempo yang senilai Rp 800 triliun itu bukanlah utang yang tak bisa dibayar pemerintah.
“Dan tentu dengan confidence yang dapat kita build, investor akan refinance, akan reinvestasi, akan investasi kepada kita termasuk dari sisi portfolio atas SBN yang jatuh tempo dan kiranya nominal itu bukan suatu yang membuat kita seolah-olah itu nominal yang sedemikian besar,” kata Suminto dalam program Special Report CNBC Indonesia, dikutip Kamis (21/8/2024).
Mengutip data profil jatuh tempo utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, utang jatuh tempo pada 2024 sendiri sebesar Rp 434,29 triliun, terdiri dari yang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) Rp 371,8 triliun, dan pinjaman Rp 62,49 triliun.
Sedangkan, pada 2025 menjadi Rp 800,33 triliun, terdiri dari SBN Rp 705,5 triliun dan pinjaman Rp 94,83 triliun. Pada 2026 sebesar Rp 803,19 triliun, terbagi menjadi SBN Rp 703 triliun dan pinjaman Rp 100,19 triliun, serta pada 2027 menjadi Rp 802,61 triliun, terdiri dari SBN Rp 695,5 triliun dan pinjaman Rp 107,11 triliun.
Pada 2028, utang jatuh tempo menjadi hanya sebesar Rp 719,81 triliun yang terdiri dari SBN Rp 615,2 triliun dan pinjaman Rp 104,61 triliun, dan 2029 kembali turun menjadi Rp 622,3 triliun, terdiri dari utang jatuh tempo dalam bentuk SBN sebesar Rp 526,1 triliun dan pinjaman sebesar Rp 96,2 triliun.
Anggota Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro menegaskan perlu adanya kreativitas dalam memberikan ruang fiskal bagi pemerintahan baru. Pasalnya, dia menilai dengan beban utang dan beban pembiayaan lainnya akan membatasi gerak pemerintahan baru dalam menjalankan visi-misi mereka.
Politisi Fraksi Partai NasDem ini mengingatkan bahwa selain utang negara, ada juga utang untuk pembiayaan kekayaan negara yang dipisahkan. Ia menilai rasio utang masih terhitung normal namun ia juga mengingatkan adanya sejumlah utang jatuh tempo.
“Memang defisit kita di nota keuangan itu hampir Rp 600-an triliun tapi kan ada utang jatuh tempo sekitar Rp 700 triliun. Nah oleh sebab itu menurut saya sehingga nanti siapapun Menteri Keuangan ke depan ada ruang fiskal yang tinggi yang besar sehingga bisa melakukan visi dan misi Pak Prabowo di masa-masa yang akan datang,” tegasnya,